TBC Mengintai: Regulasi Tertinggal dalam Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

TBC Mengintai: Regulasi Tertinggal dalam Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia – Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat memengaruhi organ lain seperti kelenjar getah bening, tulang, otak, dan ginjal. TBC menyebar melalui udara dan merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat penyakit menular di dunia. Di Indonesia, TBC masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, dan regulasi yang ada belum cukup efektif untuk menanggulangi kompleksitas permasalahan TBC.

Baca juga : Teknisi Gigi Kunci Keberhasilan dalam Perawatan Kesehatan

Situasi TBC di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia, menempati urutan kedua setelah India. Menurut laporan WHO Global Tuberculosis Report 2022 dan laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), insidensi TBC di Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan sebesar 354 per 100.000 penduduk, meningkat dari 301 per 100.000 penduduk pada tahun 2020. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh gangguan layanan kesehatan akibat pandemi COVID-19 yang berdampak pada deteksi kasus TBC.

Laporan Program Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2022 mencatat adanya peningkatan insiden TBC dari 819.000 kasus pada tahun 2020 menjadi 969.000 kasus pada tahun 2021. Angka kematian akibat TBC di Indonesia pada tahun 2021 diperkirakan sebesar 52 per 100.000 penduduk, dengan total kematian sekitar 144.000 jiwa. Angka ini juga menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

Faktor Penyebab Tingginya Kasus TBC

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kasus TBC di Indonesia antara lain:

  1. Stigma Negatif Stigma negatif yang melekat pada TBC seringkali membuat penderita enggan memeriksakan diri atau melanjutkan pengobatan. Mereka takut dikucilkan oleh keluarga, teman, dan masyarakat.
  2. Tingkat Pengetahuan yang Rendah Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah tentang TBC, cara penularan, gejala, dan pentingnya pengobatan yang tuntas, berkontribusi pada penyebaran penyakit.
  3. Kemiskinan Kemiskinan merupakan faktor risiko utama TBC. Orang dengan kondisi ekonomi yang sulit seringkali tinggal di lingkungan yang padat dan kumuh, dengan sanitasi yang buruk dan ventilasi yang kurang memadai.
  4. Akses Layanan Kesehatan yang Terbatas Akses yang sulit dan biaya pengobatan yang mahal situs slot gacor dapat menghambat orang untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan TBC secara tepat waktu.
  5. Lingkungan yang Tidak Sehat Pekerjaan dengan kondisi lingkungan yang buruk, seperti pertambangan, konstruksi, atau pabrik dengan ventilasi yang buruk dan debu yang tinggi, dapat meningkatkan risiko terkena TBC.

Regulasi Penanggulangan TBC di Indonesia

Meskipun telah ada beberapa regulasi yang mengatur penanggulangan TBC di Indonesia, implementasi dan penegakan hukum di lapangan masih menjadi tantangan. Beberapa regulasi yang relevan antara lain:

  1. UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan UU ini memberikan kerangka hukum untuk upaya penanggulangan agen maxbet TBC, termasuk hak atas kesehatan, kewajiban pemerintah, upaya kesehatan, dan penanggulangan penyakit menular.
  2. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis Perpres ini mengatur secara komprehensif berbagai aspek penanggulangan TBC, termasuk strategi nasional, peran dan tanggung jawab lintas sektor, pendanaan, pencegahan dan pengendalian, penelitian dan pengembangan, serta kerjasama internasional.

Tantangan dalam Implementasi Regulasi

Meskipun regulasi sudah cukup komprehensif, implementasi dan penegakan hukum di lapangan masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain:

  1. Koordinasi Antar Sektor Koordinasi antar sektor secara efektif diperlukan untuk memastikan regulasi dijalankan dengan baik.
  2. Alokasi Anggaran Alokasi anggaran yang tepat sasaran dan memadai diperlukan untuk memastikan keberlangsungan program dan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan.
  3. Pengawasan dan Penegakan Hukum Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang konsisten diperlukan untuk memastikan regulasi dijalankan dengan baik.
  4. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dan organisasi masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam program-program penanggulangan TBC sangat penting.
  5. Pemerataan Akses Layanan Kesehatan Upaya pemerataan akses layanan kesehatan TBC, terutama di daerah terpencil dan sulit dijangkau, perlu ditingkatkan.

Pembelajaran dari Negara Lain

Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara lain dalam penanggulangan TBC. Beberapa contoh yang dapat diadopsi antara lain:

  1. India India telah berhasil meningkatkan deteksi dini TBC melalui pemanfaatan teknologi diagnostik baru seperti CB-NAAT secara luas. Indonesia dapat belajar dari pengalaman India dalam menerapkan teknologi ini di fasilitas kesehatannya.
  2. Afrika Selatan Afrika Selatan memiliki pengalaman yang luas dalam menangani MDR-TB dan TB-HIV. Indonesia dapat belajar dari strategi dan program mereka dalam menghadapi tantangan ini.
  3. Australia Investasi yang besar dan berkelanjutan dalam penanggulangan TBC merupakan faktor kunci keberhasilan Australia. Indonesia perlu memastikan alokasi anggaran yang memadai dan mekanisme pembiayaan yang efisien.

Kesimpulan

TBC masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Meskipun telah ada beberapa regulasi yang mengatur penanggulangan TBC, implementasi dan penegakan hukum di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Koordinasi antar sektor, alokasi anggaran yang tepat sasaran, pengawasan yang ketat, pemberdayaan masyarakat, dan pemerataan akses layanan kesehatan perlu ditingkatkan untuk memastikan keberhasilan program penanggulangan TBC. Indonesia juga dapat belajar dari pengalaman negara lain dalam menghadapi tantangan ini. Semoga informasi ini bermanfaat dan memberikan panduan lengkap untuk memahami situasi TBC dan regulasi penanggulangannya di Indonesia.